Friday, August 27, 2010

Perebutan Tahta


Kota solo memang tempat yang menarik untuk di ulas, terutama asal usulnya yang rekat dengan kebudayaan jawa yang dikarenakan oleh adanya keraton Solo. Anda masih ingat dengan kejadian perebutan tahta kerajaan yang beberapa tahun terjadi? ketika raja Paku Buwono XII mangkat?
Perebutan kekuasaan 2 anak dari raja Paku Buwono XII yaitu Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi dan KGPH Tedjowulan. Yang masing-masing memiliki  hak untuk berkuasa, dan keduanya pun memiliki pendukung di dalam kerajaan. Hal ini terjadi ketika mangkatnya raja Paku Buwono namun belum menunjuk secara langsung siapa yang nantinya akan meneruskan tahtanya.
Sebenarnya perebutan kekuasaan ini tidaklah perlu terjadi jika raja Paku Buwono XII mengangkat seorang permaisuri, sehingga dengan otomatis yang akan meneruskan tahtanya adalah anak sulung dari permaisuri tersebut. Namun raja Paku Buwono XII hanya memiliki selir dengan 37 anak. Selir, bukan permaisuri. Mengapa raja Paku Buwono tidak menjadikan salah satu selirnya sebagai permaisuri? Menurut seorang sejarahwan, raja tidak mengangkat seorang permaisuri karena keraton kasunan surakarta lebih berfungsi sebagai wilayah kebudayaan. Yang diluar konteks kerajaan, kekuasaan seorang raja tidaklah dominan.
KGPH Hangabehi adalah anak tertua Paku Buwono dengan selir ke 3 Gusti Raden Ayu Pradapaningrum. Karena itulah hangabehi merasa dirinya memiliki hak untuk mendapatkan tahta kerajaan tertinggi.
Namun keluarlah surat keputusan dari tiga pengageng (tiga lembaga), yang menyatakan bahwa Tedjowulan adalan penerus tahta Paku Buwono XII.  Pengageng kerajaan adalah dari pihak Tedjowulan.
Hal inilah yang menjadi pemicu dari perebutan kekuasaan tertinggi tahta kerajaan Solo tercinta. Solo yang penuh dengan suasana budaya bersama orang-orangnya yang dikenal ramah dan halus tutur maupun perilakunya.

Advertise